Motorku dirampok
Oleh: Muhammad Faizin
Hari sabtu malam minggu sekitar jam 22:00, aku menyalakan mesin motorku berniat menuju
warnet. Angin berhembus lemah lembut samapi-sampai mengeringkan air sisa wudhu
di mukaku. Malam yang biasa ramai dengan suasana pemuda pemudi, tapi kali ini
tidak.
Di tengah perjalanan yang mencapai
hampir 1 kilo dari rumahku, tiba-tiba ada 4 preman dengan mengendarai dua motor menodongku. Tanpa bersuara sepatah katapun dua orang itu merampas
motorku dan dua diantaranya menghajarku. “Tolooooooong Paaak.....toolooong!!!!”,
teriakku minta tolong kepada dua orang seumuran bapak-bapak yang saat itu sedang
ngopi berjarak kira-kira 10 meter dariku. Menjemukan sekali, dua orang itu tak
sedikitpun menghiraukan permintaanku.” Mungkin kedua bapak ini adalah orang
bayaran yang diperintahkan si perampok untuk tidak ikut campur soal ini”. Prasangkaku
dalam hati.
Dengan perasaan panik dan kebingungan
aku berlari pulang ke rumah. Kira-kira baru 6 langkah ada temanku yang bernama Akhsan
(nama samaran) biasa dijuluki Sukimin dengan menunggangi motor 'Ninja'nya. “Pak Deee.. (nama julukanku), ayok bareng aku ta?,” Ujar
Sukimin dengan maksud mengajakku. Dengan antusias aku nebeng dia dengan motor warna
hijau putih berkilau. “Kebetulan ada kamu min,” umpatku dalam hati.
Di tengah-tengah melajunya motor tak
lama-lama aku berniat cerita soal motorku. “Min yok opo ki, motorku dirampok
arek. Mau onok arek 4 min, nang sebelah kantor kecamatan Baureno dilalah aku
dirampok mbek ngajar aku”. “Lha arek ndi kiro-kiro de?, sak iki arah’e
nandi wonge?. Tanya Sukimin dengan raut wajah panik. "Kan mau onok arek
papat seng loro aku gak kenal lorone maneh arek deso Karang dayu man," (tetangga
desaku Kauman). Jawabku.
Tanpa melapor dulu kejadian ini ke polisi, dengan kecepatan tinggi kami langsung mengejar 4 perampok itu sesuai arah mereka. "Man kok gak onok ngene?",
tanyaku, ”yowes ayok parani nang omah’e arek’e wae sopo ngerti onok, lha sopo se mau jengenge De, “Rian (nama
samaran) mbe Herman (nama samaran)”. Owh yo Rian mbe Herman.” Jawab sukimin
di atas motor dengan berbalik muka kepada ku.
Sampai di halaman rumah Rian yang
letaknya kira-kira 15 meter dari makam. Terlihat rumahnya sangat ramai, ada
yang bermain catur, bermain poker, dan ada yang asyik berjoget dangdut. Tanpa
berucap aku dan sukimin langsung menerobos kerumah sambil tengak tengok, “ada
gak motor saya dari sekian banyaknya motor itu.” Humamku dalam hati. Tanpa
perasaan takut aku langsung tanya dan membangunkan ayahnya Rian yang terlihat
sedang tidur di kamar, tanpa beliau menjawab aku melihat tumpukan STNK di bawah
meja kamar dan lebih-lebih tak ku duga aku melihat kunci motorku yang
tergeletak di atas salah satu sendal ayah Rian.
Aksi saling otot-ototan pun terjadi di antara kami
dengan ayah si Rian. Suara gaduh tak kondusif itu terdengar sampai luar yang membuat beberapa pemuda ikut masuk ke
kamar. Namun pemuda itu diam saja dan asyik mendengarkan debat kami. Dengan perasaan masih kesal tapi tidak
putus asa, aku dan Sukimin menuju Rumah Herman, temannya Rian merampok tadi. “Min min kok tutupan ngene lawange, iyo metu paling de arek’e.”
Sahut Sukimin, wes De ayok laporne ae nang kantor polisi, tambah Sukimin.
Kami pun menuju ke Polsek. Di
perjalanan kami menjumpai seorang Satpol PP yang sedang menyebrang jalan. “Pak
tolong teman saya ini motornya dirampok preman, tadi jam 9. Namun apa jawaban dari Satpol PP itu. Ternyata tak
sedikitpun ia membuka mulutnya. “Satpol
PP goblok, D.........cuuuk.....awas kon!!!!,” timpal Sukimin tanpa rasa takut sambil menggerutu.
Orang berbaju hijau gelap itu pun hanya membuang muka dan melanjutkan
perjalanannya.
Kami segera melanjutkan ke Polsek dan
tiba-tiba mendengar suara, Tangiiiii....tangi wes jam 11, Tutur ibuku
yang bermaksud membangunkan tidurku. “Mangkane nek turu seng dalu maneh yo
koko bengi, cek’e karipan koyo ngene.” Tambah Ibuku bermaksud menyindirku.
Aku pun bangun dengan buku masih terletah di dadaku. “Ternyata aku pas baca
buku tadi ketiduran dan bermimpi sepanjang in”i. Aku dan ibuku tersenyum
seraya beliau menambah tuturnya. “Kenek opo gak turu nang omah’e dewe kok
nang omah’e mbah, turunem mau lho nang ngisore (blandar)”. Blandar adalah
kayu paling besar diantara kayu sejajarnya sebagai perangkai sisi bagian atas rumah yang
membujur di tiap sisi tertentu. Konon katanya orang jawa kalau tidur tepat di
bawahnya, maka orang yang bersangkutan akan mudah bermimpi.
#Percaya GAK Percaya.
0 Response to " Motorku dirampok "
Posting Komentar