Hadiah Sujud dari Prof



“Hadiah Sujud dari Prof”
            Langit cerah disertai angin semilir kian meniup dengan lemah lembut. Pepohonan yang semakin rimbun, terlihat ada beberapa mahasiwa yang bersantai dan berdiskusi di bawahnya. Selain itu, ada mahasiwa yang berjalan santai hendak menuju masjid dan keluar masjid, ada yang mengalungkan jaget di leher, berjalan menunduk dan terlihat kepanasan tak terkecualikan para dosen dan petugas kebersihan. Siang itu saya duduk di tangga-tangga kecil masjid Ulul Albab UINSA sebelah timur dengan pandangan mata kian lama makin silau. Sambil memakai kaos kaki, Jam tangan saya pandang menunjukkan waktu pukul 12:25. Segera saya menuju Fakultas Dakwah dan Komunikasi,  ruang D1.211 untuk kuliah mata pelajaran teknik khitobah 2, yang jaraknya kira-kira 250 meter dari masjid. Sesuai jadwal, dosen pengajar saat itu adalah seorang profesor yang pernah menjadi imam teraweh di Eropa, Afrika dan Asia, atau sebut saja Prof. Ali.
            “Brug! Brug! Brug!,” suara sepatu saya dengan berjalan setengah berlari, jantung berdetak kencang, pelipis mencucurkan keringat serta pikiran cemas keluh kesah. “Saya pasti telat, matilah saya,” ungkap dalam hati saya sambil menggarok-garok kepala. Jarak ruangan kuliah tak jauh lagi kira-kira 10 meter, langkah demi langkah terasa berat seperti kaki tertindih beban satu karung beras. Sampai di depan pintu, saya berhenti sejenak sambil tarik nafas dalam-dalam, pintu saya buka pelan-pelan “Assalamu’alaikuuuum” ucap saya dengan suara pelan nyaris tak terdengar. “Waaah jam berapa ini, Ayo ayo sujud syukur, kamu harus bersyukur karena saya tidak marah kamu telat kuliah, gini kok pengen ilmunya manfaat, masak dosen harus menunggu mahasiswanya, ayo sujud,” tutur pak dosen berkaca mata itu. Saya pun langsung berjabat tangan serta saya cium tangan pak dosen. Karena perasaan takut, dengan keadaan masih bersepatu dan menegakan tas, segera saya sujud syukur, tanpa berpikir lantai ruangan saat itu kotor atau tidak. Kurang lebih satu menit saya sujud, wal hasil, jantung yang sebelumnya berdetak seperti bunyi mesin kontraktor pembangunan gedung kampus saat itu, nyaris hilang seketika. “Subhanaallah sujud yang menentramkan hati dan pikiran saya,” ungkap saya dalam hati saat hendak menuju tempat duduk. Saya tidak habis pikir, hanya 6 mahasiswa yang sudah masuk ruangan di antara 14 lainnya yang belum datang.
            Suasana kelas sunyi, terlihat teman-teman sedang merenungkan diri sambil mulut komat-kamit dan masing-masing sibuk menulis tak terkecuali Hakim yang duduk di sebelah saya. Sosok teman dekat saya yang berbadan tinggi, kurus dan berkulit agak putih. Saya tolah toleh sambil membuka buku catatan, “Kim...disuruh apa ini sama pak prof,” tanya saya ke Hakim. “Oooo...Disuruh buat tulisan mengenai pengalaman sampeyan yang di dapat setelah dari masjid tadi,” jawab Hakim dengan berbisik ke telinga saya. “Yaa Allah piye iki”, (Yaa Allah bagaimana ini?), humam saya dengan perasaan gugup. Dengan percaya diri dan mencoba Auto-sugestie diri, saya mencoba merangkai kata demi kata tanpa judul terlebih dahulu, sekalipun pikiran dan ide sedang buntu. “Cukup!, berhenti dulu!”, ungkap pak dosen yang berjenggot menawan itu, bermaksud memberhentikan mahasiswa yang sedang serius menulis. Pak dosen yang terlihat semakin semangat dengan wajah agak berkeringat, tak hujung berhenti untuk melanjutkan penjelasan materi teknik menulis yang sebelumnya sudah dipaparkan.
             “tok...tok...tok...,” Mahasiswa berambut gondrong, Hisyam dan Handika mengetok pintu dan masuk kelas dengan wajah pucat dan agak ketakutan. “Ayoo sujud, baca subhanallah 200 kali, tambahnya pak dosen kepada kedua mahasiswa itu. Tak lama kemudian mahasiswa yang lain pun mulai berdatangan, hukuman serupa pastinya ia terima. Di depan kelas atau di depan whait boart terlihat  5 mahasiwa sujud dengan keadaan masih bersepatu begitupun selanjutnya, mahasiswa mulai berdatangan lagi hingga di kelas mencapai 19 orang. Prof Ali kembali lagi melanjutkan pelajaran dengan sedikit senyum, kelas semakin hidup, tak terganggu sekalipun kelas sebelah sedang  ramai dengan bermacam-macam gurauan dan jeritan. Tak disangka, tangan ini semakain ringan untuk menggoreskan pena dan menuangkan ide, gagasan ataupun pikiran cemerlang ke tulisan saya yang saat itu sudah mencapai 2 halaman.
            Kelas yang tidak seperti biasaanya ini tentu menjadi pengalaman tersendiri untuk saya. Yang jauh tidak kalah lagi, hukuman sujud syukur di depan kelas dengan suasana mengesankan, membuat diri saya tergugah untuk bangkit. Sekali lagi moment inspiratif yang berdurasi tidak lebih dari 3 jam ini semoga menempel di hati dan ada hikmah dibalik hadiah sujud syukur dari dosen tercinta, Prof. Moh. Ali Aziz. M.Ag.
                                                                                   
                                                                                              Oleh: Muhammad Faizin



Berlangganan update artikel terbaru via email:

8 Responses to "Hadiah Sujud dari Prof"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel