Taktik Membaca Karakter Diri
(Taktik Membaca Karakter Diri)
Cuaca kota pahlawan siang itu tak jauh dari biasanya. Tak
heran lagi, sedikit angin yang berhembus lemah lembut, udara panas menyengat
hingga saat itu efek mentari menembus kedalam kamar pondok. Pondok Darul Arkom
yang letaknya tak jauh dari kampus UINSA kira-kira 10 menit kalau berjalan kaki
menjadi tempat favorit untuk tempat sementara persinggahanku. Sedikit cerita
mengenai pengalaman kuliah, sepulang ngampus, tak jarang aku habiskan waktu
luangku di pondok dengan santri-santrinya yang welcom kepadaku. Suasana pondok
yang selalu menghiburku. Gak menghibur gimana coba, setiap aku masuk di kamar
pondok sahabatku, yang kerab dipanggil Hisyam, selalu terdengar keras dari
telingaku alunan musik yang mampu mengusir rasa ngantuk dan kejenhanku. Ada musik
Band, banjari atau sholawatan, dangdut tak terkecualikan lagu mp3 murottal
al-Qur’an. lebih dari itu, selain kamar pondok yang full musik itu ternyata tak
ketinggalan juga santri-santrinya yang lucu, kaya dengan humor dan lelucon ...pastinya
itu semua menjadi bahan tertawaku.
Hari selasa sekitar pukul 10:00 aku keluar dari gerbang
UINSA. Ku berhenti sejenak sambil memasukkan STNK ke dalam dompetku. Selintas
muncul ide atau harapan bersamaan dengan terpaan angin di sepanjang jalan frontage
yang menembus segar di bagian leherku. Tak lama-lama lagi aku berada di depan
kampus, segera motor warna hitam aku stater. Di sepertiga perjalanan tiba-tiba
terpikir ada niatan menuju pondok green dengan harapan mendapat
ketenangan batin dan sekaligus ngerjakan tugas kelompok, ungkapku dalam hati
sambil menunggangi motor kesayanganku. Sampai di pondok, di depan kamar yang
menghadap ke selatan, pintu berwarna putih bersih aku dorong dengan pelan tak
bersuara, tau gak ada apa dan apa yang terjadi?. Lagi-lagi Hisyam mahasiswa
sekelasku, berambut gondrong tak tertata saat itu sedang melungker
(seperti kucing yang sedang tidur nyenyak). Handika juga tak kalah semangat
sepertinya. Mahasiswa yang sama-sama berambut panjang tapi lebih beraturan
dibanding Hisyam juga ikut bergabung tidur di sampingnya. Tapi yang membuatku
tak habis pikir dan memancingku untuk tertawa ketika mereka tidur terlihat
seperti pasangan suami istri. Kaki saling tindih-menindih dengan muka
bertatapan, badan berhadapan dan terlihat hampir seperti berpelukan. Umpatku
dalam hati. Syam Hisyam apa-apaan kamu ini.
Tiba-tiba terdengar lantunan sholawat atau syi’ir yang
konon katanya ciptaan Alm. Gus Dur, mantan presiden RI ke 3, dari masjid dekat
pondok. Ku lihat jam Hp waktu menunjukkan pukul 11:16. Ku teruskan kesibukanku
saat itu sedang membuat naskah ceramah dengan bersandar di dinding kamar. Tak
lama, Hisyam dan Handika aku bangunkan. “ayo bangun-bangun, ayo kuliah Pak
Prof, sudah jam 12:00”, ujarku dengan maksud ngerjain mereka. Karena saat
itu waktu masih pukul 11:30. Menyebalkan, tau gak ?, mereka masih saja molor
sedikitpun tak menghiraukan kata-kata oratorku, malah mereka asyik nyari posisi
tidur yang enak sekaligus nyaman. Merasa capek membangunkan, aku cium lengan
baju ternyata keluar bau yang tak memanjakan hidung. Dengan segera ku
langkahkan kaki menuju toilet untuk mandi dan mengambil air wudhu. Setelahnya
aku kembali ke kamar dengan menendang-nendang kebo layaknya aku menendang bola.
Dua binatang kebo yang masih saja molor akhirnya terbangun dengan spontan.
“Rasakno kon, arek kok angele gugah’ane (Rasakan kamu, orang kok susah
dibangunkan)” gumamku dengean tersenyum. Adzan pun berkumandang dari mushola
pondok dengan suara merdu membuatku melongoh tak berkutik.
Adzan usai, Hisyam berbondong-bondong menuju kamar mandi tak
tertinggal juga dibelakangnya ada handika yang berjalan dengan malas sambil
menggaruk-garuk pantat. Di belakangnya pula, aku berjalan menuju mushola yang
saat itu iqomad sedang kumandangkan. Selesai berjama’ah dzuhur dan keluar
mushola, mataku terasa agak silau dan sedikit keringat di dahiku bagian atas. Seperti biasanya, mentari
masih semangat bersinar, debu berkeliaran tak terkecualikan dedauanan yang
berserakan tertiup angin penuh kemanjaan. teriknya matahari yang super panas
membuat aku berjalan kilat menuju kamar pondok yang berjendela dan berdinding
warna hijau. Aku buka pintu, “brog brog”, ada dua manusia yang sedang sholat
dzuhur berjama’ah, siapa lagi kalau bukan sahabat dekatku 2 H, Hisyam dan
Handika. Mahasiswa yang sama-sama berasal dari kota Lampung (Lamongan kampung)
itu.
Waktu menunjukkan pukul 12:03 kami bertiga serentak melangkahkan
kaki menuju kampus. Teknik khitobah II adalah mata pelajaran yang akan kami
perangi sesuai jadwal masuk pukul 12:20. Kami berjalan dengan semangat membara,
percaya diri dan optimistik tidak telat. Karena dua minggu yang lalu aku telah
tertimpa hukuman habis-habisan dari dosenku. Dosen yang menyandang gelar
profesor sekalikus dosen pengarang buku “60 Menit Terapi Sholat Bahagia” atau
yang kerab dipanggil prof Ali. Oh ya tau gak aku dikasih hadiah hukuman apa?,
yang pasti bukan hukuman yang biasa diberikan oleh guru atau dosen pada umumnya,
seperti pus up, lari-lari, berdiri di depan kelas, bernyanyi dll. Sujud syukur
dengan membaca 200 tasbih. Berkesan bukan main. Menurut anda mungkin biasa
saja, tapi aku pribadi menganggap itu bentuk hukuman yang luar biasa, “hukuman
yang setimpal dengan kedurhakaanku”, umpatku dalam hati saat kejadian itu.
Hisyam dan Handika juga termasuk manusia yang saat itu terjerat hukuman juga.
Semenjak kejadian itu, kami bertiga selalu mengingatkan untuk on time. Perjalanan kami ke kampus
sudah hampir setengah perjalanan, itupun terasa ringan ketika di antara bertiga
saling berdialog, bercanda tawa dan mengejek satu sama lain.
Gerbang besi warna hitam, gerbang penghubung antara kampus dan gang
kecil (gang dosen), kompleks kost atau perumahan menjadi titik kemacetan kami.
Gak macet gimana?, gerbang dengan ukuran satu badan manusia atau kurang lebih
setengah meter itu setiap harinya bisa dilewati ratusan mahasiswa, tak
terkecualikan dosen. Sekalipun harus rela antri untuk bergantian masuk gerbang
tapi teman-teman mahasiswa tetap senang dan enjoy melintasinya. “Yo’opo macet
ngene pak” (kok macet begini), ungkap Handika, “ginilah pak biasa, sudah biasa
kalau jam siang alias jam istirahat” tambahku kepada Handika.
“Subhanallah...cantiknya anak itu”, ujar Hisyam yang dari tadi asyik
menedengarkan. Tertawa Handika sampai terlihat gigi gerahamnya. Setelah giliran
kami masuk terdengar suara “tlik,tlek,tlik,” suara bekas potongan keramik
dan remukan genting terinjak-injak pengguna jalan.
Sesampainya di sisi muka Fakultas Dakwah dan Komunikasi, dengan
segera kami menuju lantai 2 kelas D1 211. “Assalamualaikum”, salamku
kepada teman-teman di kelas yang saat itu baru ada 5-6 mahasiswa. Teringat
kata-kata Prof Ali seminggu yang lalu kalau saat itu yang mengisi pelajaran
adalah Pak Fakih. Dosen dengan nama lengkap DR. N. Fakih Syarif H, S.Sos I,
M.Si, sekaligus seorang penulis. Selain itu beliau juga sosok spritual
motivator yang banyak menghabiskan waktunya di langit kota pahlawan.
Setelah aku duduk sekitar 3 menit, datanglah beliau dengan muka
serius berbaju hem kotak-kotak berrompi abu-abu. “Kemana yang lain ini”,
tanya Pak Fakih kepada mahasiswa sambil membuka tasnya. “Oh ya hari ini saya
membawa buku karangan saya yang telah lolos terbit sekitar dua bulan yang lalu,
kalau adik-adik ada yang minat silahkan ambil, bayarnya bisa minggu depan, tapi
jangan tahun depan lho yaaa” tambah Ustadz berkaca mata itu dengan sedikit
senyum. Buku yang jumlahnya kurang lebih 10 biji itu akhirnya bersih di meja
dosen, alias di borong teman-temanku, tak terkecualikan aku.
“Assalamualaikum”,
lantunan salam yang diluncurkan pak dosen dengan semangat, tanda pelajaran
sudah dimulai. Saat itu beliau mengangakat tema tentang mesin kecerdasan
manusia. Pastinya menjadi tanda tanya besar untukku. Apa itu mesin kecerdasan. ”Oke
yang sudah megang buku silahkan dibuka halaman 57”, tutur Pak Fakih.
Setelah aku membuka buku, ku baca beberapa kalimat saja, tanda
tanya besar sebelumnya dikepalaku hilang sudah terjawabnya. Adik-adik tahu
siapa Ned Herman?, beliau pengarang buku Kubik Leadership dan di dalam bukunya
dijelaskan bahwa di dalam otak manusia itu ada 5 mesian kecerdasan, Tutur
beliau.
1.
Sensing
disingkat (S) untuk belahan otak kiri bawah. Jadi orang yang menggunakan otak
bagian kiri bawah ini cenderung sudah biasa kerja efisien, ulet, teliti,
biasanya dalam melakukan sesuatu berdasarkan fakta dan mengedepankan
pengalaman. Dengan kata lain orang ini saat berdakwah suka mengandalkan segi
pengalamannya, tapi ia tetap fokus dan konsisten dengan fakta-fakta dalam materi
yang di bawanya.
2.
Thinking
atau disingkat (T) di bagian otak kiri atas. Orang ini biasanya dalam bekerja
selalu efektif, karena dibantu dengan kepandaiannya. Selain itu, orang ini
biasanya mempunyai ciri mengandalakan daya analisis dan data-data”. Tambahnya pak
dosen dengan posisi agak mendekati mahasiswa. Samapai di sini aku mulai
penasaran dan timbul tanda tanya. Semakin berusaha ingin tahu bagian mana otak
yang biasa aku pakai setiap hari. Aku fokuskan pendengaranku kepada beliau,
seraya beliau melanjutkan materinya.
3.
Intuiting
(I). Bagian otak ini adalah sebelah kanan atas. Nah orang ini biasanya kreatif
dalam melakukan sesuatu, seperti menulis. kebanyakan penulis menggunakan
otaknya bagian ini. selain itu ia sangat
pandai menciptakan produk. Jadi ia hanya berfikir, membuat gagasan, ide
produksi tapi saat proses pembuatannya ia serahkan ke orang yang menggunakan
otak bagian kiri atas. Orang ini juga gemar berwirausaha dengan tidak
mengabaikan pengitungan jumlah aset.
4.
Yang
ke empat ini dinamakan Feeling disingkat (F), feeling ini terletak dibagian
kanan bawah. Orang ini biasanya suka hal-hal yang menyentuh hati, merenung dan
punya kelebihan dalam hal berceramah. Orang ini mudah terpengaruh atau
terangsang. Dosen motivator itu mencontohkan bahwa dulu beliau pernah menjadi
trainer motivator di depan anak-anak SMA di wilayah Sidoarjo. Beliau membawakan
motivasi yang sedemikian menarik, sehingga membuat siswa-siswi teracuni oleh
kata-kata beliau yang akhirnya berujung terharu dan menangis. Ada satu hal yang
menarik. Ternyata ada orang tua yang ikut menangis. “Kenapa anda menangis?” tanya
Pak Fakih kepadanya. Jawab orang itu. “Oh ya tadi saya tidak sengaja ikut
mendengarkan motivasi anda, kok gak taunya saya ikut terbawa juga, saya
teringat dulu sama ibuk saya, saya merasa belum berbakti kepadanya”. Naah
orang ini ternyata menggunakan feelingnya, kita ndak bakal tau itu kalau kita
belum belajar tentang ini, bener ndak.” Tanya pak Fakih sambil bercanda
kepada mahasiswa.” Beliau melanjutkan lagi penjelasannya.
5.
Yang
kelima ini adalah Instinct atau disingkat (In), ini terletak pada otak bagian
Tengah. Orang ini biasanya responsif, spontanitas saat bekerja, mempunyai sifat
siap kesiagaan dalam setiap hal. Selain itu orang ini biasanya pandai dalam
hal-hal yang lebih taktis, seperti contoh pak Soeharto. Beliau ini luar biasa
dulu saat memimpin bangsa, tanggap, peka dan respon terhadap suatu problem.
Sayangnya ada pada pihak keluarga, sumber permasalahan dan kurangnya daya
dukung kepada pak Soeharto. Adik-adik mungkin tau di truk-truk, samapi
tertempel gambar Soeharto dengan tulisan, “piye enak jamanku to”. Ujar pak
Fakih, dengan kata-kata yang tak pernah gagap, memanjakan mata dan
telingaku untuk seksama memperhatiakan kata demi kata yang beliau lontarkan.
Beliau selalu menyelingi humor dalam setiap sub bahasan menjadikan mahasiswa
tak sedikit yang ketawa ketiwi. Subhanallah dengan piawainya dalam beretorika membuatku
terhipnotis, lupa dengan waktu dan tiada beban untuk melanjutkan materi.
Setelah
beliau menjelaskan panjang lebar mengenai mesin kecerdasan, beliau menjelaskan
tentang gaya bahasa komunikasi. Yang membuatku salut kepada beliau adalah, dulu
beliau sosok orang yang gagap alias berbelit-belit saat berbicara di depan umum
tapi sekarang terbukti dengan luar biasa. Semua memang sudah kehendak Allah.
Selagi kita punya keyakinan dan tekad yang kuat untuk berubah lebih baik. Tidak
ada yang tidak mungkin. Contohnya sudah ada banyak, salah satunya adalah Pak
Nasrul Fakih Syarif.
Anda
mungkin sudah mengetahui kalau seperti daya ingat, pendengaran, perasaan,
penglihatan pada manusia itu berbeda. Salah satunya ketika manusia berada di
proses penyerapan pengetahuan atau informasi terhadap lawan bicaranya. Nah
sobat, saat ini akan aku jelaskan mengenai gaya komunikasi lebih mendalam sesuai
dengan tutur manja sosok spiritual motivator yang saat itu mengisi materi di
perkuliahanku.
VAK, Apa maksud dari tiga huruf ini?
. Mari kita bahas.
a.
‘V’,
singkatan dari tipe Visual, orang ini pada umunya akan lebih mudah menyerap dan
menerima transfer ilmu pengetahuan dengan jalan penglihatan atau visualisasi.
Ciri kongkrit mengenai tipe “V” ini adalah seseorang akan cenderung berbicara
tempo cepat, penampilan rapi dan mengandung ekstetika ketika dipandang. Jadi
dengan kata lain ciri orang visual biasaya dapat kita ketahuai dalam bersilat
kata. Diantaranya seperti, menonton, memandang, mengvisualisasikan dan melihat.
Kalau semisal kita seorang komunikator hendak presentasi di depan komunikan
diupayakan kita memakai layar LCD, dengan maksud dapat membantu proses transfer
informasi. Karena kita tahu, setiap orang mempunyai perbedaan masing-masing
tipe. Jadi dengan visualisasi berupa Layar LCD dapat membantu orang tipe “V”.
b.
‘A’,
Singkatan dari tipe Auditorial. Orang yang tergolong tipe ini biasanya mempunyai
kecondongan dalam sisi pendengaran. kegiatan mendengar bisa saja dilakukan
dengan menyimak cerita orang lain
ataupun menerima penjelasan lawan bicara kita yang membuahkan informasi
bermanfaan untuk kita. Seperti saat presentasi, orang yang menggunakan auditorinya,
kemungkinan besar akan cepat tanggap, responsibel dan peka terhadap materi yang di luncurkan dari mulut pemateri,
sekalipun tanpa menggunakan layar LCD ataupun alat bantu visual lainnya. Perlu
diingat juga, orang yang tipe auditori akan lebih suka mendengarkan dari pada
berbicara. Jadi kalau kita berkomunikasi dengan tipe ini diupayakan mampu
menyampaikan butir-butir informasi dengan kemasan yang baik dan penyampaian
secara pelan dan teratur. Tak kalah penting juga komunikator adalah proses
penyampaian yang cenderung pelan, detail dengan menggambarkan situasi kondisi. Suara
yang berwarna akan berpengaruh besar terhadap orang tipe auditori.
c.
“K”,
atau singkatan dari tipe Kinestetik. Orang pada tipe ini umumnya menggunakan
hal perasaan ketika ia menyerap atau menerima transfer ilmu maupun informasi.
Yang terpenting bagi pembicara adalah mampu membuat audiens terhipnotis,
menyentuh perasaan yang menimbulkan gerakan. Coba kita berfikir sejenak, apakah
mungkin orang yang tidak tenang atau tidak menggunakan perasaan saat memotivasi
orang lain akan berbuah maksimal?, ataukah mampu membuatnya nangis sekalipun?.
Ingat, audiens akan merasakan kenyamanan yang luar biasa kalau pembicara
menggunakan perasaannya unuk menyentuh batinnya. Bukan asal berbicara!!!!!.
Demikian mengenai mesin kecerdasan dan gaya komunikasi
yang saya tangkap dari perkuliahan Pak Fakih, sosok spiritual motivator. Saya berharap
dengan membaca wacana ini, sedikit banyak dapat membantu khusunya bagi
Komunikator bisa Guru, Dosen ataupun mahasiswa. Dengan menganalisis komunikan
dengan model-model tipe atau gaya komunikasi yang sudah saya sebutkan di atas, besar kemungkinan dapat membantu
suksesnya proses komunikasi. Suatu keserasian antara pembicara dan pendengar,
bukankah menjadi kunci kesuksesan dalam berdakwah?. Silahkan dicoba.
Semoga bermanfaat!!
sangat bagus saya salut dengan anda, semoga menjadi penulis terkenal.
BalasHapus